Pemimpin dan Kepemimpinan
merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural
maupun fungsional. Banyak muncul pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan,
antara lain :
- Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok.
- Kepemimpinan adalah keunggulan
seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam
proses mengontrol gejala-gejala sosial.
- Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan
dari kelompok, akan tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan
potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield
memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam
kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur
kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan
aktivitas kelompok.
- Kepemimpinan sebagai suatu
kemampuan meng-handel orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal
dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan
merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah.
- Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan
bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang
pasti.
Muncul
dua pertanyaan yang menjadi perdebatan mengenai pemimpin,
- Apakah seorang pemimpin dilahirkan atau ditempat?
- Apakah efektivitas kepemimpinan seseorang dapat
dialihkan dari satu organisasi ke organisasi yang lain oleh
seorang pemimpin yang sama?
Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita lihat beberapa
pendapat berikut :
- Pihak yang berpendapat bahwa
“pemimpin itu dilahirkan” melihat bahwa seseorang hanya akan menjadi
pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat
kepemimpinannya.
- Kubu yang menyatakan bahwa “pemimpin
dibentuk dan ditempa” berpendapat bahwa efektivitas kepemimpinan
seseorang dapat dibentuk dan ditempa. Caranya adalah dengan memberikan
kesempatan luas kepada yang bersangkutan untuk menumbuhkan dan
mengembangkan efektivitas kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan
pendidikan dan latihan kepemimpinan.
Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang
pemimpin yang efektif apabila :
- seseorang secara genetika telah
memiliki bakat-bakat kepemimpinan
- bakat-bakat tersebut dipupuk dan
dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan kepemimpinannya
- ditopang oleh pengetahuan teoritikal
yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang bersifat umum
maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.
Untuk menjawab pertannyaan kedua dapat dirumuskan dua kategori yang
sudah barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi:
- Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi
dengan sendirinya dapat dilaihkan kepada kepemimpinan oleh orang
yang sama di organisasi lain
- Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi
tidak merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain.
Tipe-tipe Kepemimpinan :
1. Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik
mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai
karakteritik yang negatif.
Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang
yang sangat egois. Seorang
pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”,
antara lain dalam bentuk :
kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam
organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat
dan martabat mereka
pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahannya.
Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara
lain:
- menuntut ketaatan penuh dari para
bawahannya
- dalam menegakkan disiplin
menunjukkan keakuannya
- bernada keras dalam pemberian
perintah atau instruksi
- menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan
oleh bawahan.
2.
Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin
paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat
tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat
tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota
masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.
Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat.
Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat
mengembangkan sikap kebersamaan.
3. Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang
kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang
khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut
yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang
kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para
pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang
tersebut dikagumi.
4. Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan
lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari
orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi,
sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh
masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :
- pendelegasian wewenang terjadi secara
ekstensif
- pengambilan keputusan diserahkan
kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas
operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata
menuntut keterlibatannya langsung.
- Status quo organisasional tidak
terganggu
- Penumbuhan dan pengembangan kemampuan
berpikir dan bertindah yang inovatif diserahkan kepada para anggota organisasi
yang bersangkutan sendiri.
- Sepanjang dan selama para anggota organisasi
menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam
organisasi berada pada tingkat yang minimum.
5.
Tipe Demokratik
- Pemimpin yang demokratik biasanya
memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur
dan komponen organisasi.
- Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi
harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka
ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi
tercapainya tujuan.
- Melihat kecenderungan adanya
pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.
- Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung
harkat dan martabat manusia
- Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
Ciri ciri
pemimpin dan kepemimpinan yang ideal antara lain :
- Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi
kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi,
ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis.
- Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang
- Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu,
merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa
puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan
keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru.
- Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan
seseorang tidak lagi pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat
teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan
kemampuan berpikir yang diperlukan dalah yang integralistik, strategik dan
berorientasi pada pemecahan masalah.
- Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus
mempunyai kemampuan inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata
orang-orang yang dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual
adalah daya ingat yang kuat.
- Kapasitas
Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki
pandangan holistik mengenai orgainasi.
- Keterampilan
Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi
antara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampaian
informasi dan fungsi pengawasan.
- Keterampilan
Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan untuk meningkatkan
kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan meningkatkan
dedikasinya kepada organisasi.
- Rasionalitas,
semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan
kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran
itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan
tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak-pihak
yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.
- Objektivitas,
pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai bapak dan
penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci keberhasilan
seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada
kemampuannya bertindak secara objektif.
- Pragmatisme, dalam
kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam
bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran
yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang
berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa melupakan
idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup
tidak selalu meraih hasil yang diharapkan.
- Kemampuan
Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik
organisasional adalah “SWOT”.
- Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang
Penting
- Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk
memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
- Rasa Kohesi yang
tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan satu sama lain.
- Rasa Relevansi
yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga
hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan
usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
- Keteladanan,s
seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam
sikap, tindak-tanduk dan perilaku.
- Menjadi Pendengar yang Baik
- Adaptabilitas, kepemimpinan
selalu bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial.
- Fleksibilitas,
mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak,
sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi
tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang
dianut oleh seseorang.
- Ketegasan
- Keberanian
- Orientasi Masa Depan
- Sikap yang Antisipatif dan Proaktif
A. KERETAKAN DALAM ORGANISASI
Salah paham dalam
menerima dan menafisrkan pesan.
- Prosedur hubungan dalam
organisasi tidak diikuti dengan benar. Misalnya, arahan dari pihak
atasan langsung ke level paling bawah, tanpa mengambil peranan pihak
tengah (middle level) dalam organisasi.
- Kurangnya komitmen
penuh dalam kerja organisasi. Aturan
organisasi tidak dipahami dan dihayati pleh anggota organisasi.
- Adanya kepentingan pribadi. Organisasi
dipergunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
- Permasalahan yang tidak kunjung selesai,
sehingga tidak muncul kondisi organisasi yang nyaman.
- Tidak adanya pembagian kerja dan juga
pembagian keuntungan yang adil..
Keretakan dalam organisasi dapat menumbuhkan citra negatif,
dengan permasalah yang saling terkait, antara lain :
- Keretakan hubungan antara anggota organisasi.
- Perselisihan yang
terus berlarut-larut dan suasana organisasi yang muram.
- Wujud sikap
mementingkan diri sendiri.
- Produktivitas organisasi merosot.
- Ketidakstabilan organisasi
akibat dari retaknya hubungan.
- Penyalahsunaan kekuasaan, mementingkan diri
sendiri
B.
PEMIMPIN VISIONER
Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk
memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para
anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha
yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).
Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner
setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh
Burt Nanus (1992), yaitu:
- Seorang pemimpin visioner harus memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan
lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk
menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”
- Seorang pemimpin visioner harus memahami
lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala
ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat “relate
skillfully” dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun
memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan
pelanggan).
- Seorang pemimpin harus memegang peran
penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi,
prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus
terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan
mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan
memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved
vision).
- Seorang pemimpin visioner harus memiliki
atau mengembangkan “ceruk” untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk
ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas
kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi,
dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi
guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.
Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin
visioner, yaitu:
- Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai
gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran
yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.
- Futuristic
Thinking. Pemimpin
visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini,
tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan
datang.
- Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana
yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak
hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan
teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi rencana.
- Proactive
Planning. Pemimpin
visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai
sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau
mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat
untuk menanggulangi rintangan itu
- Creative
Thinking. Dalam
menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan
keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK
IT!”.
- Taking Risks.
Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan
sebagai peluang bukan kemunduran.
- Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan
sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas
dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.
- Coalition
building. Pemimpin
visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara dirinya, dia
harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke
luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan
berbagai macam individu, departemen dan golongan tertentu.
- Continuous
Learning. Pemimpin
visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam
pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam
maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap
interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi.
Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama dan
mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan,
memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.
- Embracing
Change. Pemimpin
visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi
pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan
atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki
jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Burt Nanus (1992), mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan
oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya, yaitu:
- Peran penentu arah
(direction setter). Peran ini merupakan peran di mana seorang
pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk
suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan
orang-orang dari “get-go.” Hal ini bagi para ahli dalam
studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan.
Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi,
mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang
bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung
partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa
depan.
- Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran
penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan,
lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan
perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung
secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja,
kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan
keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang efektif harus
secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan
tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa
pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang
dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling
penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung
pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.
- Juru bicara (spokesperson).
Memperoleh “pesan” ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan
suatu bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi.
Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan
menghargai segala bentuk komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan
membangun dukungan untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru
bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua
orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara
internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus “bermanfaat,
menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi.”
- Pelatih (coach).
Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik. Dengan ini
berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk
mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan
seluruh “pemain” untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha
mereka, ke arah “pencapaian kemenangan,” atau menuju pencapaian suatu visi
organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk
memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan
membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi
dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal tersebut
dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat untuk
ditunjuk sebagai “player-coach.”
Posting Komentar