Kesetiaan adalah sebuah karya seni dari batin manusia yang dapat
sangat membahagiakan manusia yang lain. Harganya tidak tertera dalam hitungan
rupiah. Dan kesetiaan itulah yang teramat sangat langka untuk kita jumpai
sekarang ini. Kesetiaan tidak hanya berlaku hanya kepada hubu...ngan suami dan istri, namun pada semua
hubungan hati manusia lengkap dengan kepentingan mereka.
Tanyalah pada setiap
batin manusia, betapa mereka pasti akan membutuhkan seseorang yang dapat dengan
tulus memberikan kesetiaan kepada diri mereka. Tapi mengapa disisi lain, ketika
manusia ditempatkan pada posisi dimana dia harus memenuhi kepercayaan orang
lain, atau dengan kata lain demi membahagiakan diri orang lain, seringkali
manusia terjebak pada godaan main api tentang bagaimana menyalahi kesetiaan
tersebut. Begitulah, bagaimanapun ceritanya, setan tak akan pernah henti
membuat manusia berdosa.
Maka dari itu, dari pada kita sendiri sibuk menuntut orang
lain untuk selalu memegang amanah serta kepercayaan yang kita berikan
kepadanya, maka mengapa kita tidak lebih baik mewujudkan diri kita sendiri
sebagai hadiah terindah yang membahagiakan mereka. Sebuah pelatihan yang baik
yang akan memberikan kenyataan praktek yang indah dalam kesetiaan, adalah
apabila diri kita sendiri secara sadar mengerti tentang indahnya sebuah
kesetiaan. Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh pribadi yang mulia, karena
kesetiaan itu mencerminkan pribadinya yang begitu luas menerima segala
kelebihan dan kekurangan orang lain.
Jiwanya yang luas menuntunnya tersenyum
dan tetap berpikir positif tentang segala apa yang telah Allah gariskan
kepadanya. Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh pribadi dengan jiwa yang kuat.
Lihatlah betapa anggun tentang caranya bertahan menghadapi segala apa yang
disuguhkan kepadanya. Dan sudah lumrah bila manusia dilengkapi rasa bosan,
namun sebuah pelajaran tentang kesetiaan, telah mengajarkan manusia yang
dilengkapi atau melengkapi batinnya dengan hal tersebut, untuk berubah menjadi
ajaib dimana dengan caranya yang elegan, akan di ubahnya rasa bosan menjadi hal
yang menyenangkan.
Karena kesetiaan hanya dimiliki oleh jiwa yang indah. Betapa
sangat sulit ketika seseorang ditetapkan pada keadaan dimana dia harus tetap
pada sebuah kesetiaan yang terkelilingi oleh keadaan yang serba berkhianat.
Memang pahit pada awalnya karena dengan hal ini, dia `terpaksa` untuk pelatihan
mengindahkan jiwa dan kalbunya sendiri, demi tetap pada kesetiaan. Menjadi
setia adalah memberi kedamaian kepada siapapun yang kita setia kepadanya.
Menjadi setia adalah tetap menyenangkan kepada siapapun yang kita setia
kepadanya. Menjadi setia adalah sebuah karunia tak terhingga bagi siapapun yang
dikehendaki Allah untuk memilikinya.
Maka milikilah hak paten dari sebuah
kesetiaan, yaitu dengan menjadi setia hamba Allah yang tetap lurus, atau
berusaha agar selalu tetap lurus dalam keadaan apapun. Adakah yang lebih indah
dari sebuah perangai dan tingkah laku seorang hamba yang hatinya tunduk patuh serta
mengabdi kepada Robbnya?. Jatuh bangun adalah sesuatu yang pasti dalam sebuah
mentraining diri menjadi setia, tapi yang pasti pula, bahwa sebuah perjuangan
pastilah ada akhirnya, dan semoga akhir dari pribadi yang sungguh setia adalah
beroleh dengan Surga. Insyaallah.
Aku bukan pencinta binatang. Apalagi anjing! Aduh…enggak deh! Tapi air mataku
ini pernah mengalir untuk Bobi. Seekor anjing.
Setelah married aku pindah ke Denpasar Bali. Dulu kamar Mas Rio kecil, di
lantai dua. Tapi mengingat kami udah berkeluarga, ibu kos yang baik hati
memberikan tempat di lantai tiga.
Di lantai tiga ada sebuah kamar lumayan besar sehingga aku bisa menata ruang
makan dan dapur kecil di dalamnya. Ibu kos juga memberikan spring bed, meja
makan plus kursi-kursinya. Di sana kami sendirian karena memang cuma ada satu
tempat saja. Di luar kamar sudah terbentang teras dengan sebuah gazebo di sudut
lantai tiga. Di sisi lain ada deretan ruang, satu buat kamar mandi, sedangkan
yang satu buat gudang. Di sana juga terdapat sebuah kursi sofa untuk duduk
santai saat sore tiba.
Saat pertama kali pindah kesana, aku langsung jatuh cinta pada tempat itu.
Nggak jarang saat sore tiba dan Mas Rio lagi kerja, aku sering menghabiskan
waktu duduk termenung di gazebo depan kamar. Memandangi kota Denpasar yang
indah, terkadang sayup-sayup terdengar gamelan bali dari tempat sembahyang yang
bertebaran di bawah sana. Hati ini rasanya tenaaaang…gak bisa dilukiskan dengan
kata-kata.
Tapi seringkali ketenanganku terusik. Bobi! Anjing hitam besar itu kerasan
tiduran di kursi sofa depan kamarku. Padahal jika mau ke kamar mandi aku harus
melewatinya dan dia menggeram sambil menegakkan kepalanya! Siapa yang nggak
takut coba? Tapi Mas Rio bilang Bobi Anjing yang baik dan penurut, jadi aku
nggak perlu takut. Kalo ada Mas Rio sih enak, mo ke kamar mandi dianterin sama
dia, susahnya kalo dia lagi kerja...pernah aku sampe jauh malem nggak mandi
gara-gara takut mau keluar kamar karena ada Bobi duduk di situ.
Tapi lama-lama kalo gitu terus, aku kan susah jadinya...akhirnya pelan-pelan
aku mulai memberanikan diri keluar kamar meskipun ada dia. Tapi aku berjalan
cepet-cepet tanpa berani melihat ke arah dia sama sekali. Bobi masih suka
menggeram jika melihatku dan kadang suara geramannya itulah yang membuatku
ngeri sendiri.
Suatu saat aku terkejut saat keluar kamar mandi, melihatnya duduk tegak di
depan pintu. Duh jantungku rasanya berhenti, “Apa maunya Anjing ini?” pikirku.
Dan ternyata dia diam saja saat aku melewatinya. Akhirnya hal itu dilakukannya
terus, setiap aku ke kamar mandi, dia duduk di depan pintu sampai aku selesai
mandi.
Nggak hanya itu, setiap malam dia juga duduk di depan pintu kamarku dan kalau
terdengar dia menggonggong, berarti ada orang yang naik ke atas menuju kamarku.
Setiap hari begitu, tiba-tiba membuatku nyaman, sepertinya dia tengah
menjagaku. Tidak hanya itu dia juga mengantarku saban pagi belanja ke pasar
Sanglah. Ia mengantarku sampai aku menyeberang jalan dan diam di situ sampai
aku kembali lalu mebuntutiku kembali ke kos-kosan.
Terus-terang, lama-lama aku jadi sayang sama Bobi. Nggak terasa saban pagi saat
pisahan hendak nyeberang ke pasar, aku memandangnya dan berkata,” Aku belanja
dulu ya, Bob, kamu tunggu disini.” Dan setiap malam justru menyenangkan jika
aku keluar kamar dan duduk-duduk di gazebo luar dan memandang ke bawah, ke arah
kota denpasar, dengan dia di sampingku. Sama sekali aku tidak merasakan takut ,
malah merasa nyaman. Kalau saja, agamaku tidak melarang dan menajiskan Anjing,
rasanya aku ingin mengusap-usap lehernya sebagai tanda terima kasih atas
sikapnya yang menyenangkan itu.
Saat akhirnya Mas Rio pindah ke Surabaya, bagian terberat adalah berpisah
dengan Bobi. Aku sangat takjub bahwa aku merasa sedih tidak bisa menemui Bobi
lagi. Terakhir kali, aku dan Mas Rio berjalan-jalan keluar dan dia membuntuti
kami sampe menyeberang jalan! Mas Rio menyuruhnya pulang, karena takut dia
hilang kalo mengikuti kami berdua terus. Bobi akhirnya pulang juga dengan
kepala tertunduk. Aku heran dia mengikuti kami sejauh itu dan sempat khawatir
dia tersesat atau hilang, tapi ternyata sepulang jalan-jalan dia sudah tertidur
di muka kamarku.
Esoknya aku benar-benar harus pergi. Berpamitan pada semua orang yang kukenal.
Dan juga pada Bobi. Dia membuntutiku sampai di dalam taxi dan terus berlari
hingga ujung gang dan berhenti disitu. Dari spion kulihat dia tetap berdiri
hingga aku tak bisa melihatnya lagi.
Percaya atau tidak, seumur hidupku baru kali ini aku menangis untuk seekor
binatang. Anjing besar hitam yang semula tampak mengerikan itu. Aku benar-benar
meneteskan air mata dan perih menyadari mungkin tak akan pernah bertemu Bobi
lagi. Masih terbayang sosoknya yang berlari-lari kecil di belakangku tiap pagi menemaniku
berbelanja. Ia menggonggong pada setiap Anjing yang ditemuinya di jalan, seolah
berkata, ” Jangan ganggu dia, atau kugigit dengan taringku ini!” dan
anjing-anjing lain pun berhenti menyalak melihatnya.
Ketika Mas Rio sempat ke Bali, iseng-iseng aku bertanya apakah dia nggak mampir
ke tempat kos kita yang dulu.
“Buat apa?’
“Pengen tahu Bobi sekarang gimana...”
Kata Mas Rio sih, mungkin Bobi wes nggak mengenali dia lagi, seperti biasa
kalau ada orang asing, dia pasti akan menggonggong keras dan bersikap
menyerang. Mungkin itu juga reaksinya saat bertemu dengannya.
“Mungkin juga dia sudah mati, Ma...”
Mendengar itu aku benar-benar sedih.
Bobi...Bobi...semoga dia masih hidup ya, satu-satunya binatang yang pernah
kusayangi dan bila Tuhan mempertemukan kita lagi, moga-moga dia masih
mengingatku.
Oleh : Dian Arie.S.O
**Terima kasih karna menyempatkan waktunya untuk membaca tulisan ini**
Sisitem Pemerintahan Indonesia Tahun 1945-1949
Secara umum, terjadi penyimpangan dari ketentuan UUD 1945 antara lain:
Berubah fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
Terjadinya perubahan sistem kabinet presidensial menjadi kabinet parlementer berdasarkan usul BP – KNIP.
Pada masa ini, lembaga-lembaga negara yang diamanatkan UUD 1945 belum dibentuk, karena UUD 1945 pada saat ini tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya mengingat kondisi Indonesia yang sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Dengan demikian, sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Komite ini merupakan cikal bakal badan legislatif di Indonesia. Hal ini berdasarkan pada Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945, diputuskanlah bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk. Sehingga pada tanggal 14 November 1945 dibentuklah Kabinet Semi-Presidensiel (“Semi-Parlementer”) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap lebih demokratis.
Dari segi sejarah sistem pemerintahan yang berlaku di masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil, namun terhitung sejak tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir, dengan kata lain sistem pemerintahannya pun berubah ke parlementer. Alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer dipicu karena seminggu sebelum perubahan pemerintahan itu, Den Haag mengumumkan dasar rencananya. Soekarno menolak hal ini sedangkan Sjahrir mengumumkan pada tanggal 4 Desember 1945 bahwa pemerintahnya menerima tawaran ini dengan syarat pengakuan Belanda atas Republik Indonesia.
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945, adalah Badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 Ir.Sukarno menyampaikan gagasan tentang “Dasar Negara” yang diberi nama Pancasila. Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata “Indonesia” karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Sistem Pemerintahan Indonesia Tahun 1949-1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah sistem pemerintahan parlementer, yang meganut Sistem multi partai. Didasarkan pada konstitusi RIS, pemerintahan yang diterapkan saat itu adalah sistem parlementer kabinet semu (Quasy Parlementary). Perlu diketahui bahwa Sistem Pemerintahan yang dianut pada masa konstitusi RIS bukanlah cabinet parlementer murni karena dalam sistem parlementer murni, parlemen mempunyai kedudukan yang sangat menentukan terhadap kekuasaan pemerintah.
Diadakannya perubahan bentuk negara kesatuan RI menjadi negara serikat ini adalah merupakan konsekuensi sebagai diterimanya hasil Konferensi Meja Bundar (KMB). Perubahan ini dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang memfasilitasinya.
Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya konfrensi di atas yaitu : - Indonesia merupakan Negara bagian RIS - Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa - Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya - RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda - Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia Timur.
Dalam RIS ada point-point sebagai berikut :
1. Pemerintah berhak atas kekuasaan TJ atau UU Darurat
2. UU Darurat mempunyai kekuatan atas UU Federasi
Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer ini, badan legislatif RIS dibagi menjadi dua kamar, yaitu Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sistem Pemerintahan Indonesia Tahun 1950-1959
Era 1950-1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Masa ini merupakan masa berakhirnya Negara Indonesia yang federalis. Landasannya adalah UUD ’50 pengganti konstitusi RIS ’49. Sistem Pemerintahan yang dianut adalah parlementer cabinet dengan demokrasi liberal yang masih bersifat semu. Adapun ciri-ciriny adalah :
a. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat.
b. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintahan.
c. Presiden berhak membubarkan DPR.
d. Perdana Menteri diangkat oleh Presiden.
Diawali dari tanggal 15 Agustus 1950, Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950) disetujui oleh DPR dan Senat RIS. Pada tanggal yang sama pula, DPR dan Senat RIS mengadakan rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang bertujuan:
1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;
2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
UUDS ini merupakan adopsi dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara kesatuan.
Antara 1950 – 1959 Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer yang dalam waktu 4 tahun telah terjadi 33 kali pergantian kabinet (Feith, 1962 dan Feith, 1999). Setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Setelah pembentukan NKRI diadakanlah berbagai usaha untuk menyusun Undang-Undang Dasar baru dengan membentuk Lembaga Konstituante. Lembaga Konstituante adalah lembaga yang diserahi tugas untuk membentuk UUD baru. Konstituante diserahi tugas membuat undang-undang dasar yang baru sesuai amanat UUDS 1950. Namun sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang Demokrasi Terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada UUD 1945.
Sistem Pemerintahan Indonesia Tahun 1959-1966
Sebagaimana dibentuknya sebuah badan konstituante yang bertugas membuat dan menyusun Undang Undang Dasar baru seperti yang diamanatkan UUDS 1950 pada tahun 1950, namun sampai akhir tahun 1959, badan ini belum juga berhasil merumuskan Undang Undang Dasar yang baru, hingga akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada 5 Juli 1959. Bung Karno dengan dukungan Angkatan Darat, mengumumkan dekrit 5 Juli 1959. Isinya; membubarkan Badan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. Sejak 1959 sampai 1966, Bung Karno memerintah dengan dekrit, menafikan Pemilu dan mengangkat dirinya sebagai presiden seumur hidup, serta membentuk MPRS dan DPRS. Sistem yang diberlakukan pada masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ialah dekrit yang mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut masa Demokrasi Terpimpin. Isinya ialah:
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Sejak tahun 1959-1966, Bung Karno menerapkan demokrasi terpimpin. Semua anggota DPR-GR dan MPRS diangkat untuk mendukung program pemerintahannya yang lebih fokus pada bidang politik. Bung Karno berusaha keras menggiring partai-partai politik ke dalam ideologisasi NASAKOM—Nasional, Agama dan Komunis. Tiga pilar utama partai politik yang mewakili NASAKOM adalah PNI, NU dan PKI. Bung Karno menggelorakan Manifesto Politik USDEK. Dia menggalang dukungan dari semua kekuatan NASAKOM. Era Demokrasi Terpimpin adalah kolaborasi antara kekuasaan kaum borjuis dengan komunis itu ternyata gagal dalam memperbaiki sistem perekonomian Indonesia, malahan yang terjadi adalah penurunan cadangan devisa, inflasi terus menaik tanpa terkendali, korupsi kaum birokrat dan militer merajalela, sehingga puncaknya adalah pemberontakan PKI yang dikenal dengan pemberontakan G 30 S/ PKI. Selain itu, Presiden mempunyai kekuasaan mutlak dan dijadikannya alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang menghalanginya sehingga nasib partai politik ditentukan oleh presiden (10 parpol yang diakui). Tidak ada kebebasan mengeluarkan pendapat. Berdasarkan UUD 1945, kedudukan Presiden berada di bawah MPR. Akan tetapi, kenyataannya bertentangan dengan UUD 1945, sebab MPRS tunduk kepada Presiden. Presiden menentukan apa yang harus diputuskan oleh MPRS. Hal tersebut tampak dengan adanya tindakan presiden untuk mengangkat Ketua MPRS dirangkap oleh Wakil Perdana Menteri III serta pengagkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dan dipimpin oleh partai-partai besar serta wakil ABRI yang masing-masing berkedudukan sebagai menteri yang tidak memimpin departemen. Presiden juga membentuk MPRS berdasarkan Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena Berdasarkan UUD 1945 pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-anggota yang duduk di MPR. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh Presiden dengan syarat : Setuju kembali kepada UUD 1945, Setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan Setuju pada manifesto Politik. Keanggotaan MPRS terdiri dari 61 orang anggota DPR, 94 orang utusan daerah, dan 200 orang wakil golongan. Tugas MPRS terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). TAHUN 1966-1998 UUD yang sama pernah ditafsirkan sebagai single-executive sistem, sesuai ketetapan Pasal 4 sampai 15 dan Presiden menjabat sebagai Kepala Negara serta sekaligus Kepala Pemerintahan. Antara 1966 sampai 1998, berlaku sistem pemerintahan untuk negara integralistik dengan konsentrasi kekuasaan amat besar pada Presiden (too stong presidency). Orde baru pimpinan Soeharto lahir dengan tekad untuk melakukan koreksi terpimpin pada era orde lama. Namun lama kelamaan banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden, dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Pada dasarnya sistem yang diberlakukan pada masa ini adalah sistem pemerintahan presidensil. Dalam masa ini, DPR berada di bawah kontrol eksekutif. Kekuasaan presiden yang terlalu besar dianggap telah mematikan proses demokratisasi dalam bernegara. DPR sebagai lembaga legislatif yang diharapkan mampu menjalankan fungsi penyeimbang (checks and balances) dalam prakteknya hanya sebagai pelengkap dan penghias struktur ketatanegaraan yang ditujukan hanya untuk memperkuat posisi presiden yang saat itu dipegang oleh Soeharto.
Sistem Pemerintahan Indonesia Tahun 1998-sekarang
Masa ini merupakan masa dimana telah berakhrirnya rezim orde baru dan dimulainya masa reformasi. Pasca orde baru UUD 1945 telah diamandemen sebanyak empat kali. Sejak 2002, dengan berlakunya UUD hasil amandemen keempat, berlaku sistem presidensial. Posisi MPR sebagai pemegang kedaulatan negara tertinggi dan sebagai perwujudan dari rakyat dihapus, dan badan legislatif ditetapkan menjadi badan bi-kameral dengan kekuasaan yang lebih besar (stong legislative). UUD 2002 hasil amandemen bahkan telah menimbulkan kompleksitas baru dalam hubungan eksekutif dan legislative, bila presiden yang dipilih langsung dan mendapat dukungan popular yang besar tidak mampu menjalankan pemerintahannya secara efektif karena tidak mendapat dukungan penuh dari koalisi partai-partai mayoritas di DPR. Political gridlocks semacam itu telah diperkirakan dan karenanya ingin dihindari oleh para perancang UUD 1945, hampir 6 dekade yang lalu, sehingga akhirnya tidak memilih sistem presidensial sebagai sistem pemerintahan untuk negara Indonesia yang baru merdeka. (Setneng RI, 1998 dan Kusuma, FH-UI, 2004). Setelah MPR mengesahkan amandemen ketiga dan keempat UUD 1945, sistem pemerintahan negara Indonesia berubah menjadi sistem presidensial. Perubahan tersebut ditetapkan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD baru. MPR tidak lagi merupakan perwujudan dari rakyat dan bukan locus of power, lembaga pemegang kedaulatan negara tertinggi. Pasal 6A ayat (1) menetapkan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat”. Dua pasal tersebut menunjukkan karakteristik sistem presidensial yang jelas berbeda dengan staats fundamental norm yang tercantum dalam Pembukaan dan diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi pancasila pada era reformasi telah banyak memberikan ruang gerak pada parpol maupun DPR untuk mengawasi pemerintah secara kritis dan dibenarkan untuk unjuk rasa. Sistem Pemerintahan setelah amandemen (1999 – 2002) :
· MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
· Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.
· Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
· Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
· Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
Pembukaan
UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam
suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan
Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia
adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi,
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia
menganut sistem pemerintahan presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem
pemerintahan presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas
mengenai sistem pemerintahan.
I. Pengertian Sistem Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan
pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa
Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan
Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah.
kata-kata itu berarti:
a. Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
b. Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau,
Negara.
c. Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka
dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan
oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam
rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit,
pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif
beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem
pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai
komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam
mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut
Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang
berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan
pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berati kekuasaan membentuk
undang-undang; Dan Kekuasaan Yudikatif yang berati kekuasaan mengadili terhadap
pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar
meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system
pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar
lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan
pemerintahan negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan
negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu
system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk
terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala
negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan
kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan
dipimpin oleh seorang menteri. Apabila semua menteri yang ada tersebut
dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan
menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.
a. Kabinet Presidensial
Kabinet presidensial adalah suatu kabinet dimana pertanggungjawaban atas
kebijaksanaan pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap jabatan
sebagai perdana menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada
perlemen/DPR melainkan kepada presiden. Contoh negara yang menggunakan sistem
kabinet presidensial adalah Amarika Serikat dan
Indonesia
b. Kabinet Ministrial
Kabinet ministrial adalah suatu kabinet yang dalam menjalankan kebijaksaan
pemerintan, baik seorang menteri secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama
seluruh anggota kebinet bertanggung jawab kepada parlemen/DPR. Contoh negara
yang menggunakan sistem kabinet ini adalah negara-negara di Eropa Barat.
Apabila dilihat dari cara pembentukannya, cabinet ministrial dapat dibagi
menjadi dua, yaitu cabinet parlementer dan cabinet ekstraparlementer.
Kabinet parlementer adalah suatu kabinet yang dibentuk dengan memperhatikan dan
memperhitungkan suara-suara yang ada didalam parlemen. Jika dilihat dari
komposisi (susunan keanggotaannya), cabinet parlementer dibagi menjadi tiga,
yaitu kabinet koalisi, kabinet nasional, dan kabinet partai.
Kabinet Ekstraparlementer adalah kebinet yang pembentukannya tidak memperhatikan
dan memperhitungkan suara-suara serta keadaan dalam parlemen/DPR.
II. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial
Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
1. sistem pemerintahan presidensial;
2. sistem pemerintahan parlementer.
Pada
umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan
tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau
kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai
tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bhakan,
Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan
Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan
presidensial.
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri
yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model
pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem
pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap
konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari
dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara
lain dibelahan dunia.
Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada
hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut
parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif
mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut
presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan
legislatif.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari
sistem pemerintahan parlementer. Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :
Badan legislatif atau parlemen adalah
satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui
pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan
dan lembaga legislatif.
Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari
partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang
dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki
kekuasaan besar di parlemen.
Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para
menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri
dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem
ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala
pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan
dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal
ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika
mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala
pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala
negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara
monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya
berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.
Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan
kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat
membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk
membentukan parlemen baru.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat
karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif.
Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai
atau koalisi partai.
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan public jelas.
Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen
terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan
pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer :
Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat
tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet
dapat dijatuhkan oleh parlemen.
Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau
kabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya
karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu
terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal
dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan
partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi
jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen
dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan
eksekutif lainnya.
Dalam
sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki
kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara
langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh
rakyat secara terpisah.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari
sistem pemerintahan presidensial.
Ciri-ciri dari sistem pemerintaha presidensial adalah sebagai berikut.
Penyelenggara negara berada ditangan presiden.
Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden
tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau
suatu dewan majelis.
Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh
presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung
jawab kepada parlemen atau legislatif.
Presiden tidak bertanggungjawab kepada
parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
Presiden tidak dapat membubarkan parlemen
seperti dalam sistem parlementer.
Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan
sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
Presiden tidak berada dibawah pengawasan
langsung parlemen.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :
Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya
karena tidak tergantung pada parlemen.
Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas
dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika
Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
Penyusun program kerja kabinet mudah
disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk
jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk
anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :
Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung
legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
Pembuatan keputusan atau kebijakan publik
umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat
terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
III. Pengaruh Sistem Pemerintahan Satu Negara Terhadap Negara-negara Lain
Sistem
pemerintahan negara-negara didunia ini berbeda-beda sesuai dengan keinginan
dari negara yang bersangkutan dan disesuaikan dengan keadaan bangsa dan
negaranya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, sistem pemerintahan presidensial
dan sistem pemerintahan parlementer merupakan dua model sistem pemerintahan
yang dijadikan acuan oleh banyak negara. Amerika Serikat dan Inggris
masing-masing dianggap pelopor dari sistem pemerintahan presidensial dan sistem
pemerintahan parlementer. Dari dua model tersebut, kemudian dicontoh oleh
negara-negar lainnya.
Contoh negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensial: Amerika
Serikat, Filipina, Brasil, Mesir, dan Argentina. Dan contoh negara yang
menggunakan sistem pemerintahan parlemen: Inggris, India, Malaysia, Jepang, dan
Australia.
Meskipun sama-sama menggunakan sistem presidensial atau parlementer, terdapat
variasi-variasi disesuaikan dengan perkembangan ketatanegaraan negara yang
bersangkutan. Misalnya, Indonesia yang menganut sistem pemerintahan
presidensial tidak akan sama persis dengan sistem pemerintahan presidensial
yang berjalan di Amerika Serikat. Bahkan, negara-negara tertentu memakai sistem
campuran antara presidensial dan parlementer (mixed parliamentary presidential
system). Contohnya, negara Prancis sekarang ini. Negara tersebut memiliki
presiden sebagai kepala negara yang memiliki kekuasaan besar, tetapi juga
terdapat perdana menteri yang diangkat oleh presiden untuk menjalankan
pemerintahan sehari-hari.
Sistem pemerintahan suatu negara berguna bagi negara lain. Salah satu kegunaan
penting sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan suatu negara menjadi
dapat mengadakan perbandingan oleh negara lain. Suatu negara dapat mengadakan
perbandingan sistem pemerintahan yang dijalankan dengan sistem pemerintahan
yang dilaksakan negara lain. Negara-negara dapat mencari dan menemukan beberapa
persamaan dan perbedaan antarsistem pemerintahan. Tujuan selanjutnya adalah
negara dapat mengembangkan suatu sistem pemerintahan yang dianggap lebih baik
dari sebelumnya setelah melakukan perbandingan dengan negara-negara lain.
Mereka bisa pula mengadopsi sistem pemerintahan negara lain sebagai sistem
pemerintahan negara yang bersangkutan.
Para pejabat negara, politisi, dan para anggota parlemen negara sering
mengadakan kunjungan ke luar negeri atau antarnegara. Mereka melakukan
pengamatan, pengkajian, perbandingan sistem pemerintahan negara yang dikunjungi
dengan sistem pemerintahan negaranya. Seusai kunjungan para anggota parlemen
tersebut memiliki pengetahuan dan wawasan yang semakin luas untuk dapat
mengembangkan sistem pemerintahan negaranya.
Pembangunan sistem pemerintahan di Indonesia juga tidak lepas dari hasil
mengadakan perbandingan sistem pemerintahan antarnegara. Sebagai negara dengan
sistem presidensial, Indonesia banyak mengadopsi praktik-praktik pemerintahan
di Amerika Serikat. Misalnya, pemilihan presiden langsung dan mekanisme cheks
and balance. Konvensi Partai Golkar menjelang pemilu tahun 2004 juga mencontoh
praktik konvensi di Amerika Serikat. Namun, tidak semua praktik pemerintahan di
Indonesia bersifat tiruan semata dari sistem pemerintahan Amerika Serikat.
Contohnya, Indonesia mengenal adanya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat,
sedangkan di Amerika Serikat tidak ada lembaga semacam itu.
Dengan
demikian, sistem pemerintahan suatu negara dapat dijadikan sebagai bahan
perbandingan atau model yang dapat diadopsi menjadi bagian dari sistem
pemerintahan negara lain. Amerika Serikat dan Inggris masing-masing telah mampu
membuktikan diri sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan presidensial
dan parlementer seara ideal. Sistem pemerintahan dari kedua negara tersebut
selanjutnya banyak ditiru oleh negara-negara lain di dunia yang tentunya
disesuaikan dengan negara yang bersangkutan.
IV. Sistem Pemerintahan Indonesia
a. Sistem Pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Sebelum
Diamandemen.Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia berdasarkan UUD 1945 sebelum
diamandemen tertuang dalam Penjelasan UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem
pemerintahan negara tersebut sebagai berikut.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas
hukum (rechtsstaat).
Sistem Konstitusional.
Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Presiden adalah penyelenggara pemerintah
negara yang tertinggi dibawah Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri
negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Berdasarkan
tujuh kunci pokok sistem pemerintahan, sistem pemerintahan Indonesia menurut
UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan ini
dijalankan semasa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden
Suharto. Ciri dari sistem pemerintahan masa itu adalah adanya kekuasaan yang
amat besar pada lembaga kepresidenan. Hampir semua kewenangan presiden yang di
atur menurut UUD 1945 tersebut dilakukan tanpa melibatkan pertimbangan atau
persetujuan DPR sebagai wakil rakyat. Karena itu tidak adanya pengawasan dan
tanpa persetujuan DPR, maka kekuasaan presiden sangat besar dan cenderung dapat
disalahgunakan. Mekipun adanya kelemahan, kekuasaan yang besar pada presiden
juga ada dampak positifnya yaitu presiden dapat mengendalikan seluruh
penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan pemerintahan yang
kompak dan solid. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh atau
berganti. Konflik dan pertentangan antar pejabat negara dapat dihindari. Namun,
dalam praktik perjalanan sistem pemerintahan di Indonesia ternyata kekuasaan
yang besar dalam diri presiden lebih banyak merugikan bangsa dan negara
daripada keuntungan yang didapatkanya.
Memasuki masa Reformasi ini, bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem
pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang
konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi. Pemerintah
konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi
adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau
eksekutif,
jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak
warga negara.
Berdasarkan
hal itu, Reformasi yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan atau amandemen
atas UUD 1945. dengan mengamandemen UUD 1945 menjadi konstitusi yang bersifat
konstitusional, diharapkan dapat terbentuk sistem pemerintahan yang lebih baik
dari yang sebelumnya. Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak
empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. berdasarkan UUD 1945
yang telah diamandemen itulah menjadi pedoman bagi sistem pemerintaha Indonesia
sekarang ini.
b. Sistem pemerintahan Negara Indonesia Berdasarkan UUD 1945 Setelah
Diamandemen
Sekarang ini sistem pemerintahan di Indonesia masih dalam masa transisi.
Sebelum diberlakukannya sistem pemerintahan baru berdasarkan UUD 1945 hasil
amandemen keempat tahun 2002, sistem pemerintahan Indonesia masih mendasarkan
pada UUD 1945 dengan beberapa perubahan seiring dengan adanya transisi menuju
sistem pemerintahan yang baru. Sistem pemerintahan baru diharapkan berjalan
mulai tahun 2004 setelah dilakukannya Pemilu 2004.
Pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia adalah sebagai berikut.
Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi
daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi.
Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan
sistem pemerintahan presidensial.
Presiden adalah kepala negara dan sekaligus
kepala pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat dalam satu paket.
Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden
dan bertanggung jawab kepada presiden.
Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral),
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota
dewan merupakan anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan
kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah
Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem
pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan
parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan
yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem
pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut;
Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan
oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi
presiden meskipun secara tidak langsung.
Presiden dalam mengangkat penjabat negara
perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu
perlu pertimbangan atau persetujuan dari DPR.
Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar
dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran)
Dengan
demikian, ada perubahan-perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal
itu diperuntukan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan
baru tersebut, antara lain adanya pemilihan secara langsung, sistem bikameral,
mekanisme cheks and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada
parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Kesimpulan
Sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga yang bekerja
dan berjalan saling berhubungan satu sama lain menuju tercapainya tujuan
penyelenggaraan negara. Lembaga-lembaga negara dalam suatu sistem politik
meliputi empat institusi pokok, yaitu eksekutif, birokratif, legislatif, dan
yudikatif. Selain itu, terdapat lembaga lain atau unsur lain seperti parlemen,
pemilu, dan dewan menteri.
Pembagian sistem pemerintahan negara secara modern terbagi dua, yaitu presidensial
dan ministerial (parlemen). Pembagian sistem pemerintahan presidensial dan
parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Dalam sistem parlementer, badan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari
legislatif. Sebaliknya, apabila badan eksekutif berada diluar pengawasan
legislatif maka sistem pemerintahannya adalah presidensial.
Dalam sistem pemerintahan negara republik, lembaga-lembaga negara itu berjalan
sesuai dengan mekanisme demokratis, sedangkan dalam sistem pemerintahan negara
monarki, lembaga itu bekerja sesuai dengan prinsip-prinsip yang berbeda.
Sistem pemerintahan suatu negara berbeda dengan sistem pemerintahan yang
dijalankan di negara lain. Namun, terdapat juga beberapa persamaan antar sistem
pemerintahan negara itu. Misalnya, dua negara memiliki sistem pemerintahan yang
sama.
Perubahan pemerintah di negara terjadi pada masa genting, yaitu saat
perpindahan kekuasaan atau kepemimpinan dalam negara. Perubahan pemerintahan di
Indonesia terjadi antara tahun 1997 sampai 1999. Hal itu bermula dari adanya
krisis moneter dan krisis ekonomi.
Sistem pemerintahan mempunyai
sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa
negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang
dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan
mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika
suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal
itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk
memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem
pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum
mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan
politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan
yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil
dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini hanya sedikit
negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit, sistem
pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan
guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya
perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri
Yang dimaksudkan
dengan teori administrasi negara adalah serangkaian usaha untuk melakukan
konseptualisasi mengenai apakah yang dimaksudkan dengan administrasi
negara, bagaimana caranya memperbaiki hal-hal yang dikerjakan oleh
administrasi negara, bagaimana menentukan apa yang harus dikerjakan oleh
administrator publik, mengapa orang berperilaku tertentu dalam suatu
situasi administrasi, dan dengan cara apakah aparatur pemerintah disusun
dan dikoordinasi untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Salah satu alasan
utama mengapa orang mempersoalkan status keilmuan administrasi negara,
adalah karena administrasi negara tidak mempunyai inti-teoritis. Banyak
teori dalam administrasi negara, tetapi tidak ada teori dari administrasi
negara.
Para praktisi
menggunakan teori administrasi dalam kerangka untuk memberikan rasionale
(alasan) dari kegiatan praktis mereka dan untuk membenarkan praktek
administrasinya.
Administrasi
negara baru saja, secara sistematik, mengembangkan teori-teorinya. Arti
pentingnya teori administrasi negara terlihat dari kegunaannya untuk
meramalkan dan menerangkan gejala administrasi.
Jenis-jenis Teori Administrasi Negara
Ada berbagai macam
teori administrasi negara yang dikemukakan oleh para ahli. Misalnya yang
diajukan oleh:
a) William L Morrow, yang menyebutkan teori administrasi negara terdiri
dari:
teori
deskriptif
teori preskriptif
teori normatif
teori asumtif
teori instrumental
b)
Stephen P. Robbins, yang mengajukan lima teori administrasi, sebagai berikut:
1.teori hubungan manusia
2.teori pengambilan keputusan
3.teori perilaku
4.teori sistem
5.teori kontingensi
c) Stephen K. Bailey,
mengajukan empat teori administrasi negara, sebagai berikut:
1.teori deskriptif
2.teori normatif
3.teori asumtif
4.teori instrumental
Empat kategori teori administrasi negara yang dikemukakan oleh Bailey,
diangkat dari upaya-upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki proses
pemerintahan. Setiap kategori teori tersebut mempunyai pusat perhatian
yang berbeda satu sama lain. Teori deskriptif berkaitan dengan soal “apa”
dan “mengapa”; teori normatif berkenaan dengan soal “apa yang seharusnya”
dan “apa yang baik”; teori asumtif berhubungan dengan soal “pre-kondisi”
dan “kemungkinan-kemungkinan”; sedangkan teori instrumental berkenaan dengan
soal “bagaimana”dan “kapan”.
Mazhab-mazhab Teori Administrasi Negara
Menurut
C.L. Sharma ada enam mazhab teori administrasi negara, yakni: mazhab
proses administrasi, empirik, perilaku manusia, sistem sosial, matematika,
dan teori keputusan.
Gerald Caiden
mengemukakan delapan mazhab teori administrasi negara, yang terdiri dari:
mazhab proses administrasi, empirik, perilaku manusia, analisis
birokratik, sistem sosial, pembuatan keputusan, matematika, dan integrasi.
Kedelapan mazhab
teori administrasi negara seperti yang dikemukakan oleh Caiden, sebenarnya
dapat dikelompokkan lagi dalam dua mazhab: mazhab reduksi proses
administrasi dan mazhab sistem holistik administrasi. Tetapi pengelompokan
ini juga tidak memuaskan, yang pada gilirannya melahirkan mazhab
integrasi.
Para pendukung mazhab integrasi (integrationis)
bermaksud untuk mengintegrasikan semua teori administrasi negara. Ada dua
strategi yang mereka tempuh. Pertama dengan melakukan konsolidasi teori-teori
administrasi, dan kedua dengan meleburkan semua administrasi negara menjadi
satu teori yang tertinggi
Teori sistem merupakan kerangka konseptual atau satu cara pendekatan
yang dipergunakan untuk menganalisis lingkungan atau gejala yang bersifat
kompleks dan dinamis.
Pendekatan
sistem, pertama melihat sesuatu secara keseluruhan. Baru kemudian
mengamati bagian-bagiannya (sub-subsistem); di mana bagian-bagian
(sub-subsistem) itu saling melakukan interaksi dan interrelasi.
Karakteristik
sistem menurut Schoderbek terdiri dari: interrelasi, interdependensi,
holisme, sasaran, masukan dan keluaran, transformasi, entropi, regulasi,
hierarki, diferensiasi, dan ekuifinaliti. Sedang sarjana lain, menunjukkan
bahwa karakteristik sistem terdiri dari masukan, proses, keluaran dan
umpan balik.
Yang
dimaksud dengan sistem administrasi negara adalah “struktur untuk mengalokasikan
barang dan jasa dalam satu pemerintahan”. Karakteristik sistem
administrasi negara terdiri dari masukan, proses/konversi, keluaran, dan
umpan balik.
Studi ekologi dalam administrasi negara dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran mengenai administrasi negara yang sesuai dengan lingkungan
penerimanya. Studi ekologi harus diterjemahkan sebagai satu cara pandang
untuk mendekati hubungan sistem administrasi dengan faktor-faktor
non-administrasi.
Sistem Administrasi Negara Indonesia
Sistem administrasi negara Indonesia haruslah diterjemahkan sebagai
bagian integral dari sistem nasional.
Landasan,
tujuan, dan asas sistem administrasi negara adalah sama dengan landasan,
tujuan, dan asas sistem nasional, yang tertera dalam Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
Penyempurnaan
dan perbaikan terhadap sistem administrasi negara diarahkan untuk
memperkuat kapasitas administrasi. Kegiatan ini merupakan satu proses
rasionalisasi terhadap sistem administrasi, agar dapat memenuhi fungsinya
sebagai instrumen pembangunan dan sebagai alat untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditentukan.
Selama
Orde Baru telah dilakukan usaha-usaha yang konsisten untuk memperbaiki
sistem administrasi negara.
Administrasi adalah sebuah istilah yang bersifat
generik, yang mencakup semua bidang kehidupan. Karena itu, banyak sekali
definisi mengenai administrasi. Sekalipun demikian, ada tiga unsur pokok dari
administrasi. Tiga unsur ini pula yang merupakan pembeda apakah sesuatu
kegiatan merupakan kegiatan administrasi atau tidak. Dari definisi administrasi
yang ada, kita dapat mengelompokkan administrasi dalam pengertian proses, tata
usaha dan pemerintahan atau adminsitrasi negara. Sebagai ilmu, administrasi mempunyai
berbagai cabang, yang salah satu di antaranya adalah administrasi negara.
Administrasi negara juga mempunyai banyak sekali
definisi, yang secara umum dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, definisi
yang melihat administrasi negara hanya dalam lingkungan lembaga eksekutif saja.
Dan kedua, definisi yang melihat cakupan administrasi negara meliputi semua
cabang pemerintahan dan hal-hal yang berkaitan dengan publik.
Terdapat hubungan interaktif antara administrasi
negara dengan lingkungan sosialnya. Di antara berbagai unsur lingkungan sosial,
unsur budaya merupakan unsur yang paling banyak mempengaruhi penampilan
(performance) administrasi negara.
Sejarah Pertumbuhan Administrasi Negara
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa terdapat
tali sejarah yang merakit perkembangan administrasi negara. Apa yang dicapai
dan diberikan oleh administrasi negara sekarang, tidak lepas dari upaya-upaya
yang tidak kenal lelah yang telah dilakukan oleh para peletak dasar dan
pembentuk administrasi yang dahulu. Administrasi modern penuh dengan usaha
untuk lebih menekan jabatan publik agar mempersembahkan segala kegiatannya
untuk mewujudkan kemak-muran dan melayani kepentingan umum. Karena itu, administrasi
negara tidak dipandang sebagai administrasi “of the public”, tetapi sebaliknya
adalah administrasi “for the public”.
Ide ini sebenarnya bukanlah baru. Orientasi semacam
ini telah dicanangkan dengan jelas dalam ajaran Confusius dan dalam “Pidato
Pemakaman” Pericles, bahkan dalam kehidupan bangsa Mesir kuno. Bukti – bukti
sejarah dengan jelas membuktikan upaya-upaya yang sistematis, yang dikobarkan
oleh tokoh-tokoh seperti Cicero dan Casiodorus. Selama abad ke-16 – 18 tonggak
kemapanan admi-nistrasi negara Jerman dan Austria telah dipancangkan oleh kaum
Kameralis yang memandang administrasi sebagai teknologi. Administrasi negara
juga memperoleh perhatian penting di Amerika, terutama setelah negara ini
merdeka.
Apa yang dikemukakan oleh Cicero dalam De Officiis
misalnya, dapat ditemukan dalam kode etik publik dari kerajaan-kerajaan lama.
Hal yang umum muncul di antara mereka adalah adanya harapan agar administrasi
negara melakukan kegiatan demi kepentingan umum dan selalu mengembangkan
kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, administrasi negara tidak seharusnya
mengeruk kantong kantornya (korupsi) demi kepentingan dirinya sendiri.
Pendekatan Administrasi Negara Modern
Perkembangan evolusioner administrasi negara diuraikan
melalui pendekatan tradisional, pendekatan perilaku, pendekatan pembuatan
keputusan (desisional) dan pendekatan ekologis. Secara khusus, pendekatan
tradisional mengungkapkan tentang pengaruh ilmu politik, sebagai induk
administrasi negara, pendekatan rasional dalam administrasi dan pengaruh Gerakan
Manajemen Ilmiah terhadap perkembangan administrasi negara.
Di antara empat pendekatan yang diajukan, tidak ada
satu pun pendekatan yang lebih unggul daripada pendekatan-pendekatan yang lain,
karena setiap pendekatan berjaya pada sesuatu masa, di samping kesadaran bahwa
setiap pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Karena administrasi mengandung berbagai macam
disiplin, sehingga cara pendekatan dan metodologi dalam administrasi juga
beraneka ragam, maka administrasi negara merupakan bidang kajian yang dinamis.
Selanjutnya sukar untuk secara khusus menerapkan satu-satunya pendekatan
terbaik terhadap aspek administrasi tertentu. Kiranya lebih bermanfaat untuk
mempergunakan keempat cara pendekatan tersebut sesuai dengan aksentuasi dari
sesuatu gejala yang diamati.
Pengaruh politik terhadap administrasi negara selalu
besar, tidak peduli kapan pun masanya. Hal ini disebabkan oleh adanya gejala di
semua negara yang menunjukkan bahwa setiap pemerintah disusun di atas tiga
cabang pemerintahan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif). Hubungan terus
menerus administrasi dengan politik mencerminkan keberlanjutan hubungan antara
lembaga eksekutif dengan lembaga legislatif, sebagaimana dicerminkan dalam dua
tahap pemerintahan, yakni tahap politik dan tahap administrasi. Jika tahap
pertama merupakan tahap perumusan kebijakan, maka tahap kedua merupakan tahap
implementasi kebijakan yang telah ditetapkan dalam tahap pertama.
PENTINGNYA STUDI ADMINISTRASI NEGARA
Kekhususan Administrasi Negara
Administrasi negara mempunyai banyak definisi yang
berbeda satu sama lain, sesuai dengan cakupan dan pusat perhatian. Sekalipun
demikian, jika administrasi negara dibandingkan dengan organisasi sosial yang
lain, maka segera terungkap bahwa administrasi negara mempunyai hal-hal yang
bersifat khusus yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya. Caiden
(1982) menunjukkan tujuh kekhususan administrasi negara, yaitu
Kehadiran administrasi negara tidak bisa dihindari.
Administrasi
negara mengharapkan kepatuhan.
Administrasi
negara mempunyai prioritas.
Administrasi
negara mempunyai kekecualian.
Manajemen
puncak administrasi negara adalah politik.
Penampilan
administrasi negara sulit diukur.
Lebih banyak harapan yang diletakkan pada administrasi negara.
Identifikasi Administrasi Negara
Identifikasi terhadap administrasi negara, menurut
pandapat Gerald E. Caiden,dapat ditempuh melalui lima cara berikut:
Identifikasi
administrasi pemerintahan.
Identifikasi
organisasi publik.
Identifikasi
orientasi sikap administrasi.
Identifikasi proses
yang bersifat khusus.
Identifikasi aspek
publik.
Administrasi
negara tidak bisa diidentifikasikan hanya atas dasar salah satu dari ke
empat indikator berikut : administrasi pemerintahan, organisasi publik,
sikap administrasi dan proses yang bersifat khusus.
Lima identifikasi mengandung unsur yang bersifat umum, yakni :
administrasi negara menunjukkan aktivitas komunal yang diorganisasikan
secara publik, dalam arahan politik, dan beroperasi berdasarkan
kaidah-kaidah publik.
Peranan Administrasi Negara
Pentingnya studi administrasi Negara dikaitkan
dengan kenyataan bahwa kehidupan menjadi tak bermakna, kecuali dengan
kegiatan-kegiatan yang bersifat public. Segala hal yang berkenaan dengan
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat public telah dicakup dalam
pengertian administrasi Negara, khususnya dalam mengkaji kebijaksanaan publik.
Dalam proses pembangunan sebagai konsekuensi dari
pandangan bahwa administrasi Negara merupakan motor penggerak pembangunan, maka
administrasi Negara membantu untuk meningkatkan kemampuan administrasi.
Artinya, di samping memberikan ketrampilan dalam bidang prosedur, teknik, dan
mekanik, studi administrasi akan memberikan bekal ilmiah mengenai bagaimana
mengorganisasikan segala energi social dan melakukan evaluasi terhadap
kegiatan. Dengan demikian, determinasi kebijaksanaan public, baik dalam tahapan
formulasi, implementasi, evaluasi, amupun terminasi, selalu dikaitkan dengan
aspek produktifitas, kepraktisan, kearifan, ekonomi dan apresiasi terhadap
system nilai yang berlaku.
Peranan administrasi Negara makin dibutuhkan dalam
alam globalisasi yang amat menekankan prinsip persainagn bebas. Secara politis,
peranan administrasi Negara adalah memelihara stabilitas Negara, baik dalam
pengertian keutuhan wilayah maupun keutuhan politik. Secara ekonomi, peranan
administrasi Negara adalah menjamin adanya kemampuan ekonomi nasional untuk
menghadapi dan mengatasi persaingan global
Krisis Identitas
Krisis identitas yang dialami administrasi negara,
menurut Henry (1995:21), berkisar pada persoalan bagaimana administrasi negara
memandang dirinya sendiri dalam waktu-waktu silam. Secara rinci krisis
identitas dimaksud menunjukkan bahwa:
Krisis identitas yang dihadapi administrasi negara bertumpu pada
tiadanya kesepakatan tentang administrasi negara sebagai ilmu ataukah
bukan.
Sesuatu pengetahuan
dapat dipandang sebagai ilmu apabila memenuhi dua ukuran berikut:
a. mempunyai paradigma teoritis;
b. mempunyai teori-inti.
Nicholas Henry
menunjukkan adanya lima paradigma administrasi negara, yang terdiri dari
a. Dikhotomi politik-administrasi (1900-1927);
b. Prinsip-prinsip adiministrasi (1927-1937);
c. Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-sampai sekarang);
d. Administrasi negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970);
e. Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970-sampai sekarang)
Administrasi negara dapat dipandang sebagas studi multidisipliner yang
bersifat eklektis karena banyak konsep yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain.
HUBUNGAN ADMINISTRASI NEGARA DENGAN ILMU-ILMU YANG
LAIN
Hubungan Administrasi Negara dengan Ilmu-ilmu Lain
Administrasi negara, sebagai salah satu cabang dari ilmu sosial,
kehidupannya berlangsung dalam suatu lingkungan sosial tertentu, sehingga
perwujudan aktivitasnya senantiasa berhubungan erat dengan berbagai cabang
ilmu sosial, khususnya dengan ilmu sejarah, antropologi budaya, ilmu
ekonomi, administrasi niaga, ilmu jiwa, sosiologi dan ilmu politik.
Perspektif
administrasi negara akan lebih gampang diungkapkan dengan mempergunakan
analisis sejarah dan antropologi budaya. Penggunaan analisis antropologi
budaya akan melengkapi analisis sejarah.
Ilmu
ekonomi menyumbangkan analisis biaya dan manfaat, sedang administrasi
niaga menyumbangkan konsep PPBS dan makna Gerakan Manajemen Ilmiah kepada
administrasi negara. Sementara ilmu jiwa membantu untuk memahami individu
dalam situasi administrasi.
Sosiologi telah memberikan pambahasan yang mendalam mengenai birokrasi
dan kooptasi, yang merupakan hal-hal yang amat menonjol dalam studi
administrasi Negara
Hubungan Administrasi Negara dengan Ilmu Politik
Hubungan antara administrasi negara dan ilmu politik telah berjalan
lama, karena secara praktis tidak ada batas yang tegas antara politik dan
administrasi.
Orientasi
politik dalam studi administrasi negara meletakkan administrasi negara
sebagai satu elemen dalam proses pemerintahan. Administrasi negara
dipandang sebagai satu aspek dari proses politik dan sebagai bagian dari
sistem pemerintahan.
Munculnya
dikhotomi politik-administrasi sebenarnya merupakan gerakan koreksi
terhadap buruknya karakter pemerintah.
Dalam perkembangannya, orientasi politik dalam studi administrasi
negara di kombinasikan dengan orientasi manajerial yang dikenal dengan
orientasi politik-manajerial, dan orientasi sosio-psikologis yang dikenal
dengan orientasi politik-sosio-psikologis
Masalah Focus dan Locus dari Administrasi Negara
Menurut
Nicholas Henry, administrasi negara mengenal lima paradigma berikut:
Paradigma 1 : Dikhotomi politik-administrasi (1900-1926).
Paradigma 2 : Prinsip – prinsip administrasi negara (1927-1937).
Paradigma 3 : Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970)
Paradigma 4 : Administrasi Negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970).
Paradigma 5 : Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970 –
sampai sekarang).
Lima
paradigma tersebut bersifat tumpang tindih atau “overlaping”. Di mana
“locus” (tempat = letak) dan “focus” (yang diperhatikan) administrasi
negara saling berganti .
Paradigma 1 lebih mementingkan “locus”, paradigma 2 menonjolkan
“focus”, paradigma 3 kembali lebih mementingkan “locus”, sedang paradigma
4 mementingkan “focus”, dan paradigma 5 berusaha untuk mengaitkan antara
“focus” dan “locus” dari administrasi negara.
Masalah Focus dan Locus dari Administrasi Negara
Menurut pendapat Maurice Spiers pendekatan-pendekatan dalam
administrasi negara adalah pendekatan matematik, sumber daya manusia dan
sumber daya umum. Sedang menurut Robert Presthus adalah pendekatan
institusional, struktural, perilaku, dan pasca perilaku. Bagi Thomas J.
Davy pendekatan yang dimaksud terdiri dari manajerial, psikologis,
politis, dan sosiologis.
Pendekatan
proses administrasi memandang administrasi sebagai satu proses kerja yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Pendekatan ini juga
seringkali disebut dengan pendekatan operasional.
Pendekatan
empiris hendak melakukan generalisasi atas kasus-kasus yang telah terjadi
secara sukses. Pendekatan ini seringkali disebut juga sebagai pendekatan
pengalaman.
Pendekatan
perilaku manusia memandang bahwa pencapaian tujuan-tujuan organisasi
tergantung pada penerapan prinsip-prinsip psikologis. Pendekatan ini telah
menampilkan aspek manusia sebagai elemen utama administrasi.
Pendekatan
sistem sosial memandang administrasi sebagai satu sistem sosial. Kesadaran
akan berbagai keterbatasan organisasi dapat menumbuhkan semangat kerjasama
di antara anggota-anggota organisasi.
Pendekatan
matematik memandang model-model matematik dapat diterapkan pada
administrasi, dengan tujuan untuk melakukan peramalan.
Pendekatan teori keputusan memandang pembuatan keputusan sebagai
fungsi utama administrasi. Semula pendekatan ini hanya membahas dan
melakukan evaluasi terhadap alternatif-alternatif dalam memilih tindakan
yang akan diambil, tetapi kemudian pendekatan ini juga mengkaji semua
aktivitas organisasi.
ORGANISASI ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN
Organisasi
Ada dua pengertian yang seringkali dipergunakan untuk maksud yang
sama, yakni pengertian organisasi dan pengertian institusi. Keduanya
sebenarnya berbeda, Organisasi lebih menunjukkan ikatan-ikatan struktural,
sedang institusi lebih menampilkan ikatan-ikatan normatif sosial.
Bertitik
tolak dari kesadaran akan arti pentingnya organisasi dalam kehidupan
sosial, berkembang berbagai macam teori organisasi. Teori-teori organisasi
ini dapat dibagi dalam tiga kelompok teori berikut: model tertutup, model
terbuka, dan model sintesis.
Bentuk
organisasi yang paling banyak dijumpai adalah organisasi lini dan staf.
Dalam organisasi yang demikian, anggota organisasi terbagi dua: yang
berkaitan dengan implementasi organisasi disebut unit lini, dan mereka
yang mempunyai aktivitas untuk memberikan nasihat kepada pimpinan disebut
unit staf.
Koordinasi dapat dipandang sebagai konsekuensi dari adanya pembagian
tugas atau spesialisasi. Koordinasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan
untuk menyatupadukan semua aktivitas organisasi menuju titik yang sama.
Sedangkan fungsi pengawasan dilakukan untuk membuat kegiatan yang
dilakukan satuan kerja atau unit-unit organisasi berjalan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat dicegah
kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari rencana.
Dasar-dasar Manajemen
Perkembangan teori manajemen, menurut pendapat
Leonard J. Kazmier, dapat dibagi dalam empat periode yakni:
Gerakan manajemen ilmiah
Prinsip-prinsip
umum manajemen
Pengaruh
dari ilmu perilaku
Pendekatan sistem dan kuantitatif.
Fungsi-Fungsi P.O.S.D.Co.R.B. dalam Administrasi
Negara
Yang mengembangkan tujuh prinsip POSDCoRB adalah Luther H. Gullick.
POSDCoRB adalah akronim dari “planning, organizing, staffing, directing,
coordinating, reporting, budgeting”. Menurut Gullick ketujuh aktivitas
inilah yang pada umumnya dijalankan oleh manajer pada semua organisasi.
Perencanaan
adalah kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan penyusunan garis-garis
besar yang memuat sesuatu yang harus dikerjakan, dan metode-metode untuk
melaksanakannya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Henry Fayol telah
menunjukkan adanya 8 kriteria bagi suatu rencana yang baik. Dalam
pemerintahan, dikenal tiga macam perencanaan, yakni: perencanaan jangka
panjang, menengah, dan pendek.
Yang
dimaksudkan dengan pengorganisasian adalah aktivitas-aktivitas yang
berkaitan dengan penyusunan struktur yang dirancang untuk membantu
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Pengorganisasian
sebenarnya merupakan proses mengorganisasikan orang-orang untuk
melaksanakan tugas pokoknya. Karena itu, dalam administrasi negara masalah
organisasi dan personalia merupakan dua faktor utama.
Yang
dimaksudkan dengan penyediaan staf adalah.pengarahan dan latihan
sekelompok orang yang mengerjakan sesuatu tugas, dan memelihara kondisi
kerja yang menyenangkan. Dalam upaya mengembangkan staff metode yang dapat
dipergunakan, antara lain: latihan jabatan, penugasan khusus, simulasi,
permainan peranan, satuan tugas penelitian, pengembangan diri dan
seterusnya. Sementara itu ada tiga tipe program pengembangan staf yang
terdiri dari: “presupervisory programs”, “middle management programs” dan
“executive development programs”.
Yang
dimaksudkan dengan pengarahan adalah pembuatan keputusan-keputusan dan
menyatukan mereka dalam aturan yang bersifat khusus dan umum. Fungsi
pengarahan melibatkan pembimbingan dan supervisi terhadap usaha-usaha
bawahan dalam rangka pencapalan sasaran-sasaran organisasi. Dalam
kaitannya dengan fungal ini, ilmu-ilmu perilaku telah memberikan sumbangan
besar dalam bidang-bidang motivasi dan komunikasi.
Yang
dimaksudkan dengan pengkoordinasian adalah kegiatan-kegiatan untuk
mempertalikan berbagai bagian-bagian pekerjaan dalam sesuatu organisasi.
Mengenai koordinasi ada beda pandang antara beberapa sarjana. Di satu
pihak ada yang memandangnya sebagai fungsi manajemen. Sedang pihak yang
lain, menganggapnya sebagai tujuan manajemen. Dalam pandangan yang kedua,
keberhasilan koordinasi sepenuhnya tergantung pada keberhasilan atau
efektivitas dart fungsi-fungsi perercanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan.
Dengan
pelaporan dimaksudkan sebagai fungsi yang berkaitan dengan pemberian
informasi kepada manajer, sehingga yang bersangkutan dapat mengikuti
perkembangan dan kemajuan kerja. Jalur pelaporan dapat bersifat vertikal,
tetapi dapat juga bersifat horizontal. Pentingnya pelaporan terlihat dalam
kaitannya dengan konsep sistem informasi manajemen, yang merupakan hal
penting dalam pembuatan keputusan oleh manajer.
Penganggaran adalah fungsi yang berkenaan dengan pengendalian
organisasi melalui perencanaan fiskal dan akutansi. Sesuatu anggaran, baik
APBN maupun APBD, menunjukkan dua hal: pertama sebagai satu pernyataan
fiskal dan kedua sebagai suatu mekanisme. Allen Schick mengungkapkan
adanya tiga tujuan anggaran: pengawasan, manajemen, dan perencanaan.
Sedangkan fungsi anggaran berdasarkan perjalankan historisnya terdiri dari
empat macam yaitu: fungsi kontrol, fungsi manajemen, fungsi perencanaan,
dan fungsi evaluasi.
BIROKRASI
Pengertian Birokrasi
Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan
birokrasi sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi.
Konotasi
atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan
birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk
dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan teknis, di
mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena
melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat
bercorak ragam.
Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi,
yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan
pende-katan pencapaian tujuan.
Tipe Ideal Birokrasi dari Max Weber
Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan
konseptualisasi sejarah dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang
sosiologi. Di antaranya yang paling menonjol adalah teorinya mengenai
birokrasi.
Cacat-cacat
yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai
disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan
kebutuhan pokok peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu
bentuk organisasi birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai
kemiripan dengan apa yang diamati oleh teori organisasi klasik.
Dalam
membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri
dari: otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita
tradisional mendasarkan diri pada pola pengawasan di mana legimitasi
diletakkan pada loyalitas bawahan kepada atasan. Sedang otorita
kharismatik menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat-sifat
pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan
di dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.
Kelemahan
dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di
antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses
birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang
berkembang.
Tipologi yang diajukan oleh Weber, selanjutnya dikembangkan oleh para
sarjana lain, seperti oleh Fritz Morztein Marx, Eugene Litwak dan Textor
dan Banks.
Karakteristik Birokrasi
Menurut Dennis H. Wrong ciri struktural utama dari birokrasi adalah:
pembagian tugas, hirarki otorita, peraturan dan ketentuan yang terperinci
dan hubungan impersonal di antara para pekerja.
Karakteristik
birokrasi menurut Max Weber terdiri dari: terdapat prinsip dan yurisdiksi
yang resmi, terdapat prinsip hirarki dan tingkat otorita, manajemen
berdasarkan dokumen-dokumen tertulis, terdapat spesialisasi, ada tuntutan
terhadap kapasitas kerja yang penuh dan berlakunya aturan-aturan umum
mengenal manajemen.
Ada
dua pandangan dalam merumuskan birokrasi. Pertama, memandang birokrasi
sebagai alat atau mekanisme. Kedua, memandang birokrasi sebagai instrumen
kekusaan.
Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan
organisasi birokratik.
Pentingnya Birokrasi
Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi
dalam perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan
pentingnya peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan
publik.
Menurut
Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya
sebagai “delegated legislation”, “initiating policy” dan”internal drive
for power, security and loyalty”.
Dalam
membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1)
bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam
pembuatan keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam
hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari
adalah ada perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang aktual dengan
yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari para pembuat
keputusan.
Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang
berkembang di mana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegia-tannya
pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini
Kelemahan dan Problema dalam Birokrasi
Kelemahan-kelemahan
birokrasi terletak dalam hal:
a. penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional
b. terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki
c. kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi
d. berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi
Kelemahan-kelemahan
yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa birokrasi
adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan
oleh K. Merton lebih merupakan “bureaucratic dysfunction” dengan ciri
utamanya “trained incapacity”.
Usaha-untuk
memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi
sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di
pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal.
Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan
kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat
dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat
diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan
secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan.
Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional
dan mengabaikan peranan pendidikan.